Teuku Reje Ma’un merupakan asli
keturunan sengeda ( keturunan ketujuh) teuku ma’un lahir pada tahun 1312 H
(1895) di kebayakan Aceh Tengah.Bapak dari Teuku Ma’un bernama reje mamat,reje
mamat meninggal dunia pada tahun 1902. Sebelum wafat teuku reje mamat pernah
bersumpah “jika Tanah Gayo ini tidak bisa dilindungi dari serangan belanda
lebih baik mati dari pada melihat wajah belanda”. Terkabulah doa reje mamat,
dan belanda masuk ke wilayah tanoh gayo pada tahun 1903, setaahun setelah reje
mamat meninggal dunia. Usia Reje Ma’un saat itu baru 8 tahun.
Karena putra mahkota Reje Ma’un
masih kecil, kekuasaan kerajaan dialihkan sementara kepada menantu nya reje
mamat yang bernama Kuti Nyak gam Aman Beramat. Aman Beramat meninggal dunia
bersama 5 syuhada dalam perang di tenge besi ( Bener Meriah-red) melawan
belanda yang menyerbu ketanoh gayo. Itulah serangan pertama belanda kedataran
tinggi tanoh gayo. Tanoh gayo akhirnya jatuh ketangan belanda pada tahun 1905
sasmpai Jepang masuk.
Pada hari minggu, bertepatan dengan 16
rabiul awal 1323 H ( 21 mei 1905 m ) belanda bermarkas dikayumi pegasing.
Menurut kabar dari kesultanan aceh masa itu,di tanah gayo ada seorang raja
kecil yakni Putra mahkota dari kerajaan bukit yang bernama Reje Ma’un. Pada
tanggal 22 mei 1905 belanda memeriksa tiap-tiap rumah dikebayakan untuk mencari
reje kecil yang disembunyikan didalam keben
(tempat menyimpan padi-red). Ibu dari reje kecil (istri reje mamat-red) takut
anaknya menjadi orang kafir.
Belanda belum mau meninggalkan
kebayakan sebelum menemukan Reje Ma’un. Itu merupakan perintah dari kutereje (banda aceh-red) untuk
mengantarkan raja kecil ke Kute Reje agar
disekolahkan. Setelah dijelaskan maksud kedatangan belanda oleh penerjemah, Cut
komariah menunjukkan dimana Reje Ma’un disembunyikan.
Pada senin 22 mei 1905 teuku Reje
Ma’un menyerahkan Kerajaan Bukit kepada
pamannya, Besah Aman Seri Kuala selama Reje Ma’un pergi menuntut ilmu.Besah
Aman Seri Kuala merupakan ayah dari reje ilang yang bernama Jemelah. Setelah
penyerahan jabatan kerajaan, teuku Reje Ma’un, ibunya dan beberapa pengawal
pergi ke kayumi pegasing sebelum berangkat ke kutereje.
Dikutereje Reje Ma’un tinggal di
komplek istana sultan aceh. Segala biaya selama Reje Ma’un menimba ilmu
ditanggung ole belanda. Selama sekolah Reje Ma’un fasih berbahasa melayu,
bahasa belanda, belajar hukum, ilmu pemerintahan. Selain itu Reje Ma’un juga
pandai bermain biola dan alat musik gambus.
Setelah setahun di kutereje, Reje
Ma’un praktek selama setahun bersama pemerintahan belanda di takengon. Pada
tanggal 26 muharram 1323 h ( 7 februari 1910) beliau dilantik menjadi reje di
bukit, dalam bahasa belanda bestuerder van boetket. Pada masa itu kantor beliau
di jalan gentala. Kantornya pun masih beratapkan ijuk (kantor bupati pertama,
sekarang untuk kantor MPU-red).
Pada tahun 1913 Reje Ma’un membuat Umah pitu Ruang (Rumah dengan 7 Ruangan)
di mampak kebayakan. Sebelumnya Reje Ma’un tinggal di kampung bale hakim
(sekarang sudah digunakan untuk SMP 2 dibawah buntul kubu-red).
Pada tahun 1914 Reje Ma’un melarang
dan menghapus perbudakan di tanah gayo, pada masa itu semua budak harus ada tuturnya
(panggilan yang lebih sopan-red) bisa adik, anak, cucu, atau apa saja yang
penting ada panggilan yang layak didalam keluarga. Tapi biasanya kebanyakan
panggilan untuk para budak yaitu cucu atau yang lebih rendah dari itu. Harta
warisan juga dibagi kepada bekas budak tersebut. Sebagaimana untuk anak sendiri
begitu juga untuk para budak. Pada masa itu jika ada orang yang dipanggil
dengan sebutan budak atau anak budak,teuku Reje Ma’un akan menghukum orang yang
memanggil budak tersebut atau denda dengan hukuman yang berat. Menurut kabar,
budak sekarang ada yang lebih kaya, lebih pintar, dan ada yang menjadi pejabat
negara saat ini.
Teuku Reje Ma’un selalu menolong Orang
Gayo jika ditangkap oleh belanda. Pusat-pusat perlawanan pada tahun 1915 berada
di daerah luar, jamat, linge, samar kilang. Dari daerah itulah sering ditangkap
gerilyawan muslim.
Teuku Reje Ma’un tidak setuju
gerilyawan dimasukan kedalam tempat penyekapan, oleh karena itu Reje Ma’un
meminta tawanan untuk dibebaskan. Reje Ma’un berkata “ jika mereka (tawanan) melarikan diri saya
yang akan jadi jaminannya. Tembak saya!!!”. Akhirnya belanda setuju dengan
jaminan tersebut. Semua tawanan perang di bebaskan baik yang tua dan yang muda,
laki-laki dan perempuan dikumpulkan dimampak diberikan pakaian mereka dan
diberikan makan.
Jalan takengon- bireun selesai dibangun tahun 1911, Reje Ma’un yang
paham ilmu ekonomi tatkala tahun 1913 memberikan “syarat doa” di tanah blang
rakal untuk tanah peternakan. Semua orang gayo yang mempunyai kerbau sore tidak
dikandangkan pagi tidak dilepaskan bisa dibawa ke blang rakal.
Biasanya Reje Ma’un jika memainkan
biola yang beliau mainkan irama gayo atau pepongoten. Belanda tidak terlalu
senang dengan Reje Ma’un. Reje Ma’un pernah dikejar kapten belanda karena
melaporkan kapten yang korupsi ke kutereje. Akibat laporan tersebut kapten
belanda tersebut ketika pulang kemarkasnya ditakengon dia bunuh diri dengan
menembak kepalanya dengan pistol.
Belanda berusaha mengadu domba Reje
Ma’un dengan saudaranya reje bukit eweh. Pada tanggal 13 oktober 1925 teuku Reje
Ma’un meninggal dunia karena terkenak tusukan ketika pulang sholat Jum’at (
menurut hitungan yang menyusun naskah ini, tanggal 13 oktober 1925 bukan hari
jum’at melainkan hari selasa-red).
Anaknya teuku Reje Ma’un ketika itu
masih kecil bernama teuku reje muhammad Zainuddin, menggantikan Reje Ma’un
sementara kerajaan bukit dipimpin oleh jemelah (reje ilang) paman dari reje muhammad
zainuddin.
Tahun 1937 reje muhammad zainuddin
kembali ke kampung halaman, setelah menyelesaikan sekolahnya di kutereje. Beliau
diangkat menjadi reje bukit hingga awal kemerdekaan Indonesia (1946).
Sumber
: Jalibenjol.multiply.com
0 komentar:
Posting Komentar